Ketakutan Melangkah ke Pernikahan - Kita Bukan Peramal, Kok!!!!
Psikologi Remaja/Dewasa
----9
Cenderungnya, sebagai insan yang diberi akal pikiran dari Sang Pencipta, banyak dari kita senantiasa mengolah probabilitas (kemungkinan) yang akan terjadi berdasarkan jawaban sendiri; berdasarkan jawaban dari sepihak; berdasarkan ketakutan!
Sehingga ujung-ujungnya, apa?
Nanti, lah.
Pacaran dulu, lah.
Nunggu punya ini, lah, itu, lah.
Nunggu lulus, lah.
Fyuuhhh....
----8
Perlu diketahui, kita bukan peramal yang mengetahui apa yang akan terjadi pada diri dan kehidupan kita nantinya.
Dan adapun ramalan, apa yang ditakutkan yang telah diramalkan adalah suatu yang bukan pasti akan terjadi, tidak pasti itu!
Lebih percaya ramalan dan ketakutan, atau lebih percaya Kuasa Rabb?
Rezeki siapa yang mengatur?
Mati siapa yang mengatur?
Musibah siapa yang mengatur?
Bukan kita, kan?
Meski perantaranya melalui skenario yang dilakoni oleh manusia atau alam dan hewan/tumbuhan, tetap semua itu atas Kehendak dan Kuasa-Nya, kan?
----7
Dalam kehidupan, ada hal yang dengan belajar maka kita bisa melaluinya, adapula dengan melaluinya, kita menjadi mendapat pelajaran.
Melahirkan anak pertama; membesarkan anak pertama; bekerja hari pertama; suatu musibah atau keadaan yang membuat kita mau-tak mau harus melaluinya tanpa persiapan, ada beberapa hal kita lalui tanpa mempelajarinya (latihan) terlebih lebih dahulu.
----6
Perlu diketahui, saat kita terlalu lama menunggu ini dan menunggu itu, waktu tak akan kasihan dan ikut-ikutan menunggu kita, tidak akan pernah!
Rambut kita kian memutih, kulit kita kian menua, gigi kita mulai keropos (kecuali yang sering menginang, sepertinya akan kuat), tenaga untuk bekerja, tenaga untuk melahirkan, semua akan semakin berkurang dan bahkan bisa saja tak mampu untuk berbuat, jika Rabb menghendaki mencabut kuasa atau tenaga kita, struk misalnya. Matinya sebagian anggota tubuh untuk melakukan gerakan.
----5
Perlu diketahui, lagi, semakin kita membiarkan lama untuk memberanikan diri untuk melangkah ke kehidupan yang boleh dibilang baru, asing, semakin kita memberi peluang agar seseorang mendapat 'tambatan hati sementaranya'.
Ikhlas kah kita?
Bagaimana jika ternyata sudah sampai bertindak ke tahap yang terlalu jauh? Ah sudah lah, yang satu ini saya paling tidak suka membahasnya, takut su'udzon.
Tahu sendiri lah, fitnah zaman, berapa banyak yang taat dari sekian banyak yang ada, bisa dihitung dengan jari, jari saya plus minjam jari Anda sekalian juga ya, kalau dibolehkan, untuk mengitungnya. (Penulis berharap ada banyak yang taat)
----4
Kita sendiri yang mengetahui kadar diri kita.
Jika dirasa sudah cukup, bahkan puasa tak lagi bisa menjadi tameng, atau bahkan terlalu berlebihan sehingga susah mengendalikan nafsu Syaitan, mengapa tidak untuk mencari dan menjalani cara yang halal?
"Ah nanti saya tidak bisa bebas lagi. Nanti saya tidak seperti dulu lagi, banyak yang memuja dan muji dan mendamba kecantikan/ketampanan saya. Ah nunggu saja lah, nunggu yang sempurna, yang banyak harta dan gelar pendidikannya dan gagah perkasa/cantik jelita lagi perjaka/perawan dan sempurna deh pokoknya, sambil pacaran dulu lah menikmati masa muda".
Jangan!
Jangan!
Jangan!!!!
Jangan lah begitu...!
----3
Terlalu rakus akal yang sudah tak sehat itu dalam bernalar.
Sudah lupa terlalu jauh akan hakikatnya diri yang hina, yang di dalam perut membawa benda yang hina, yang akan dibuang nantinya dan kita jijik terhadapnya, dan kehidupan yang sementara ini, namun mendamba kesempurnaan yang tiada habisnya di alam hayalnya.
----2
Tak ada yang langsung pandai dalam berjalan bagi seorang bayi yang baru belajar berjalan.
Tak ada yang langsung fasih dalam berkata bagi seorang bayi yang baru belajar berbicara.
Kita bukan peramal, yang meramalkan kesulitan-kesulitan nantinya yang akan terjadi, yang akan kita hadapi.
Bahkan dengan segala persiapan pun, karena hakikat kehidupan alam dunia adalah ujian, kita akan tetap merasakan jua ujian itu.
Dan bukan kah Rabb tidak akan memberi ujian yang tak sanggup diselesaikan atau dilalui oleh hamba-Nya?
Gunakan istikharah sebagai alat bantu dalam menguatkan hati (pilihan) yang akan kita perbuat, baik itu pilihan karir atau pendidikan, usaha A atau B, perjodohan, dan sebagainya.
----1
Dalam hitungan ketiga dan diiringi Basmallah, rekan-rekan sekalian, yang saya tidak kenal akrab, terkhusus yang saya kenal akrab, yuk melangkah ke arah yang pasti-pasti saja!
Yuk!!!!
Dimulai dari detik ini, ya?!
Mudah-mudahan Rabb akan memudahkan niatan yang baik dengan Kuasa-Nya. (Tak tega membalik agar mempersulit niatan yang buruk, tak tega)
Aamiin....
Palangka Raya, 11 Oktober 2015 - RHS Melangkah ke Pernikahan - Kita Bukan Peramal, Kok!!!!
Psikologi Remaja/Dewasa
----9
Cenderungnya, sebagai insan yang diberi akal pikiran dari Sang Pencipta, banyak dari kita senantiasa mengolah probabilitas (kemungkinan) yang akan terjadi berdasarkan jawaban sendiri; berdasarkan jawaban dari sepihak; berdasarkan ketakutan!
Sehingga ujung-ujungnya, apa?
Nanti, lah.
Pacaran dulu, lah.
Nunggu punya ini, lah, itu, lah.
Nunggu lulus, lah.
Fyuuhhh....
----8
Perlu diketahui, kita bukan peramal yang mengetahui apa yang akan terjadi pada diri dan kehidupan kita nantinya.
Dan adapun ramalan, apa yang ditakutkan yang telah diramalkan adalah suatu yang bukan pasti akan terjadi, tidak pasti itu!
Lebih percaya ramalan dan ketakutan, atau lebih percaya Kuasa Rabb?
Rezeki siapa yang mengatur?
Mati siapa yang mengatur?
Musibah siapa yang mengatur?
Bukan kita, kan?
Meski perantaranya melalui skenario yang dilakoni oleh manusia atau alam dan hewan/tumbuhan, tetap semua itu atas Kehendak dan Kuasa-Nya, kan?
----7
Dalam kehidupan, ada hal yang dengan belajar maka kita bisa melaluinya, adapula dengan melaluinya, kita menjadi mendapat pelajaran.
Melahirkan anak pertama; membesarkan anak pertama; bekerja hari pertama; suatu musibah atau keadaan yang membuat kita mau-tak mau harus melaluinya tanpa persiapan, ada beberapa hal kita lalui tanpa mempelajarinya (latihan) terlebih lebih dahulu.
----6
Perlu diketahui, saat kita terlalu lama menunggu ini dan menunggu itu, waktu tak akan kasihan dan ikut-ikutan menunggu kita, tidak akan pernah!
Rambut kita kian memutih, kulit kita kian menua, gigi kita mulai keropos (kecuali yang sering menginang, sepertinya akan kuat), tenaga untuk bekerja, tenaga untuk melahirkan, semua akan semakin berkurang dan bahkan bisa saja tak mampu untuk berbuat, jika Rabb menghendaki mencabut kuasa atau tenaga kita, struk misalnya. Matinya sebagian anggota tubuh untuk melakukan gerakan.
----5
Perlu diketahui, lagi, semakin kita membiarkan lama untuk memberanikan diri untuk melangkah ke kehidupan yang boleh dibilang baru, asing, semakin kita memberi peluang agar seseorang mendapat 'tambatan hati sementaranya'.
Ikhlas kah kita?
Bagaimana jika ternyata sudah sampai bertindak ke tahap yang terlalu jauh? Ah sudah lah, yang satu ini saya paling tidak suka membahasnya, takut su'udzon.
Tahu sendiri lah, fitnah zaman, berapa banyak yang taat dari sekian banyak yang ada, bisa dihitung dengan jari, jari saya plus minjam jari Anda sekalian juga ya, kalau dibolehkan, untuk mengitungnya. (Penulis berharap ada banyak yang taat)
----4
Kita sendiri yang mengetahui kadar diri kita.
Jika dirasa sudah cukup, bahkan puasa tak lagi bisa menjadi tameng, atau bahkan terlalu berlebihan sehingga susah mengendalikan nafsu Syaitan, mengapa tidak untuk mencari dan menjalani cara yang halal?
"Ah nanti saya tidak bisa bebas lagi. Nanti saya tidak seperti dulu lagi, banyak yang memuja dan muji dan mendamba kecantikan/ketampanan saya. Ah nunggu saja lah, nunggu yang sempurna, yang banyak harta dan gelar pendidikannya dan gagah perkasa/cantik jelita lagi perjaka/perawan dan sempurna deh pokoknya, sambil pacaran dulu lah menikmati masa muda".
Jangan!
Jangan!
Jangan!!!!
Jangan lah begitu...!
----3
Terlalu rakus akal yang sudah tak sehat itu dalam bernalar.
Sudah lupa terlalu jauh akan hakikatnya diri yang hina, yang di dalam perut membawa benda yang hina, yang akan dibuang nantinya dan kita jijik terhadapnya, dan kehidupan yang sementara ini, namun mendamba kesempurnaan yang tiada habisnya di alam hayalnya.
----2
Tak ada yang langsung pandai dalam berjalan bagi seorang bayi yang baru belajar berjalan.
Tak ada yang langsung fasih dalam berkata bagi seorang bayi yang baru belajar berbicara.
Kita bukan peramal, yang meramalkan kesulitan-kesulitan nantinya yang akan terjadi, yang akan kita hadapi.
Bahkan dengan segala persiapan pun, karena hakikat kehidupan alam dunia adalah ujian, kita akan tetap merasakan jua ujian itu.
Dan bukan kah Rabb tidak akan memberi ujian yang tak sanggup diselesaikan atau dilalui oleh hamba-Nya?
Gunakan istikharah sebagai alat bantu dalam menguatkan hati (pilihan) yang akan kita perbuat, baik itu pilihan karir atau pendidikan, usaha A atau B, perjodohan, dan sebagainya.
----1
Dalam hitungan ketiga dan diiringi Basmallah, rekan-rekan sekalian, yang saya tidak kenal akrab, terkhusus yang saya kenal akrab, yuk melangkah ke arah yang pasti-pasti saja!
Yuk!!!!
Dimulai dari detik ini, ya?!
Mudah-mudahan Rabb akan memudahkan niatan yang baik dengan Kuasa-Nya. (Tak tega membalik agar mempersulit niatan yang buruk, tak tega)
Aamiin....
Palangka Raya, 11 Oktober 2015 - RHS
----
Freelance writter, public servant, thinker-teacher-dreamerWant to make a donation?BCA: 8600432053BRI: 4542-01-018801-53-3Mandiri: 159-00-0068323-4 Name: Riyan Hidayat Samosir