Kita Mengetahui Kemampuan Kita, Sedang Rabb Lebih Berhak Atas Diri Kita
Mungkin tadinya menjadi penghalang menikahnya orang berpasangan/berpacaran adalah karena hunian yang belum dipunyai; atau perkerjaan yang belum dipunyai atau sudah punya namun belum mumpuni; atau ada pihak yang belum siap lantaran karir/study lebih utama sembari menunggu sambil pacaran saja dulu.
Tapi ingat, jangan sampai karena gengsi, ya.
Jangan karena belum punya harta berlimpah; kendaraan mewah; hunian real estate, maka rasanya gengsiiii sekali untuk melangsungkan penyempurnaan separuh dien-nya yang sakral itu, menikah.
----
Rabb Maha Mengetahui, kemampuan kita boleh terbatas, tapi Kemurahan Rabb tidak terbatas. Bahkan saat kita ingkar dari taat kepada Rabb, Rabb tetap memberi kesempatan bagi kita untuk bertaubat pada-Nya, betapa Maha Pemurahnya Dia, kan?
----
Luruskan niatmu, luruskan usahamu, meminta pada-Nya, berunding dengan orang terdekat kita untuk kiranya bisa sama-sama ditemukan jalan termudahnya.
Apa yang kita takutkan tak semestinya menjadi ketakutan yang nyata.
Malaikat-Nya bisa berwujud manusia sebagai perantara yang dapat mempermudah usaha pencapaian kita.
Seperti cheat-code dalam sebuah game.
----
Jika Rabb sudah merestui, segala yang tak mungkin bisa menjadi mungkin.
Hunian, yang memang menjadi tanggung jawab lelaki, tidak menutup kemungkinan justru menjadi hadiah yang bisa didapat secara cuma-cuma, entah dari pihak lelaki atau pihak perempuan. Dan bahkan bisa saja dari pihak luar.
Begitu pula pekerjaan; kendaraan dan lainnya, tentu tidak serta merta mendapat semua, karena ini adalah alam dunia, dimana insan akan diuji. Bukan alam Surga dimana insan bisa meminta sekehendak hati.
----
Atau jika boleh bercanda dengan Rabb, jika kita bersyukur, maka Rabb bisa saja menambahkan limpahan rahmat dan karunia-Nya pada hamba tersebut.
Saat suami bersyukur dengan istri yang ada, Rabb lunakkan hatinya (istri) dan memberi pemahaman padanya (istri) akan kebolehan berta'adud bagi suaminya.
Ah abaikan saja. Candaan yang tidak lucu.
Kita hanya umat akhir zaman, sangat jauh dari masa Nabi, yang bahkan istri Nabi saja bisa merasa cemburu. Padahal beliau seorang yang sempurna, apa lah kita ini, sangat jauh dari beliau Rasulullah.
----
Kita memang mengetahui kemampuan kita, yang misalnya kita rajin berolahraga, maka bisa saja kita dengan takabur mengira tidak bisa sakit.
Misalnya memiliki kumpulan kitab pengetahuan bergudang layaknya perpustakaan, mengira tidak bisa lupa.
Memang kita mengetahui kemampuan kita, tapi jika Rabb menghendaki, semua titipan tersebut akan Dia ambil kembali.
Kesehatan ditukar dengan pesakitan.
Pengetahuan ditukar dengan lupa atau gila.
Dan untuk jiwa/roh, pun akan Dia ambil kembali.
----
Bagaimana mungkin kita bisa berleha-leha mengabaikan sisa masa hidup kita bersama orang/pasangan yang padahal Rabb tak meridhai? Pacar.
Padahal Rabb meridhai yang lainnya (pernikahan), yang karenanya setara dengan separoh agama (dien).
Serahkan langkah pilihanmu pada Rabb.
Matikan logikamu ketika kau menyerah pada Rabb.
Rabb lebih berkuasa atas diri kita. Sedang kita sering lalai pada-Nya.
Dan mati, adalah kewajiban yang suatu hari pasti kita temui, yang tiada lah kuasa kita atas jasad ini lagi.
----
Noted @ 23 Oktober 2015 - RHS
Freelance writter, public servant, thinker-teacher-dreamer
Want to make a donation?
BCA: 8600432053
BRI: 4542-01-018801-53-3
Mandiri: 159-00-0068323-4
Name: Riyan Hidayat Samosir
No comments:
Post a Comment